Pemerintah telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite dan Solar di September 2022 lalu. Kenaikan harga BBM terjadi saat harga minyak dunia mengalami tren penurunan.
Ini tercermin dari dari harga minyak mentah Indonesia per Agustus 2022 tercatat hanya USD 94,2 per barel. Harga ini turun dari bulan sebelumnya yang mencapai di atas USD 105 per barel. Namun demikian, harga minyak dunia kembali naik di 17 Oktober mencapai USD 103,2 per barel.
“Ini terkait dengan harga asumsi ICP yang sudah disebutkan dan ada banyak faktor yang membuat volatilitasnya masih tinggi,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KITA, di Jakarta, Jumat (21/10).
Baca Juga :
Jual Saldo Paypal
Jual Beli Saldo Paypal
Saldo Paypal Terpercaya
Volatilitas atau gejolak harga BBM kembali naik di tengah melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang terjadi beberapa hari terakhir. Sampai 18 Oktober nilai tukar terhadap dolar AS berada di Rp15.480. Angka ini menunjukkan bahwa Rupiah telah mengalami depresiasi 8,4 persen dibandingkan awal tahun ini.
“Kurs juga volatile dan ICP kita juta pantau,” kata dia.
Gangguan dari sisi suplai dan dampak geopolitik yang terjadi juga turut menyebabkan harga minyak masih tinggi. Tak hanya itu, tingginya permintaan BBM juga menjdi faktor lainnya. Sebab aktivitas terus menggeliat ditengah tren pemulihan ekonomi nasional.
“Pemulihan ekonomi yang masih sangat kuat membuat meningkatnya konsumsi BBM,” kata dia.
Meski begitu, Febrio memastikan Anggaran Pendapatan dn Belanja Negara (APBN) siap kembali menjadi penyangga kenaikan harga BBM. Sehingga dampaknya kepada masyarakat sangat minim.
Baca juga :
Jasa Pbn Premium
Jasa Pbn Berkualitas
Jasa Pbn
“APBN memang sudah dan kita siapkan sebagai syok absorber sehingga masyarakat kita akan tetap terlindungi,” kata dia.
Tahun 2023 Risiko Ekonomi Semakin Berat
Febrio menambahkan kondisi ekonomi global makin suram ke depan. Ketidakpastian ini masih akan terus berlanjut hingga tahun depan.
“Memasuki 2023 pun risiko ini belum akan turun bahkan tetap meningkat,” kata dia.
Sehingga APBN akan kembali menjalankan tugasnya sebagai penyangga sebagaimana yang dilakukan selama 3 tahun terakhir.
“Tahun 2022 ini kita sudah lakukan itu dengan efektif dan masyarakat kita daya belinya, khususnya menengah bawah, miskin dan rentan,” pungkasnya.